Minggu, 06 Mei 2012

(05 May 2012)  HAPPY INTERNATIONAL MIDWIVES DAY


The internationally recognised day for recognising the work of midwives.. 
"Midwives Save Lives"




Ibu tidak seharusnya mengambil risiko hidupnya atau bayi yang belum dilahirkannya dalam proses persalinan tanpa perawatan optimal. Setiap tahun, 48 juta ibu melahirkan tanpa dukungan/ bantuan seseorang yang tidak mengenal skill kebidanan.
Konsekuensinya sungguh tragis. Lebih dari 350rb wanita meninggal tiap tahun sebagai akibat kasus maternal yang dapat dicegah.


Filosofi Bidan:


Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan. Keyakinan tersebut meliputi:


  1. Keyakinan tentang kehamilan dan Persalinan. Hamil dan bersalin merupakan suatu proses alamiah dan bukan penyakit.
  2. Keyakinan tentang perempuan. Setiap perempuan adalah pribadi yang unik mempunyai hak, kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu perempuan harus berpartisipasi aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya.
  3. Keyakinan fungsi Profesi dan manfaatnya. Fungsi utama profesi bidan adalah mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan yang efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan dan janin/bayinya.
  4. Keyakinan tentang pemberdayaan perempuan dan membuat keputusan. Perempuan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan konseling. Pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga dan pemberi asuhan.
  5. Keyakinan tentang tujuan Asuhan. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada : pencegahan, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif dan fleksibel, suportif, peduli; bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan; asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan.
  6. Keyakinan tentang kolaborasi dan kemitraan. Praktik kebidanan dilakukan dengan menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan, sebagai salah satu kesatuan fisik, psikis, emosional,sosial, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksinya. Bidan memiliki otonomi penuh dalam praktiknya yang berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
  7. Sebagai Profesi bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang bidan menganut filosofi yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
  8. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap individu berhak menentukan nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan untuk berperan disegala aspek pemeliharaan kesehatan.
  9. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
  10. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa-masa remaja.
  11. Keluarga-keluarga yang berada di suatu wilayah/daerah membentuk masyarakat kumpulan dan masyarakat Indonesia terhimpun didalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Manusia terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungan yang bersifat dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisir.

    Selamat hari Bidan Dunia.. Sang ujung tombak kesehatan ibu dan anak di Indonesia

Jumat, 13 April 2012

Apa arti masing2 angka yg tertera di kartu NPWP????

PAJAK..PAJAK..PAJAK..
Minggu ini saya hampir gila gr2 ngurusin pajak.. NPWP, SPT, SSP, SP2D, dan pajak2 lainnya.. Pdhl banckground saya bukan dr ekonomi, akuntasi, keuangan. Tapi krn takdir menempatkan saya di area seperti ini, saya bersyukur aja bisa belajar banyak hal di luar area fokus.. 


Dan lagi2 gr2 salah nyari NPWP restoran di medan (krn informasi yg kurang juga), saya terpaksa browsing berjam2 di depan computer. Kan gak lucu klo harus balik ke medan lagi, cm utk nyari NPWP.. (pke duit siapa??)..
Tb2 dapetlah artikel d bawah yg cukup membuka mata saya spy tdk dibohongi pegawai restoran lagi klo2 nanti ada kegiatan di luar Jakarta yg harus membutuhkan NPWP..
Tapi memang saya akui... belajar itu memang lebih afdhol klo timbul kesalahan dulu (apalagi FATAL).. Pasti akan diinget seumur hidduuupppp (kecuali org ***** yg jatoh berkali2 d lubang yg sama)
Check this out....

 
Apa yang dimaksud dengan kode seri NPWP? 
Kode Seri Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah
Kode NPWP terdiri dari 15 digit, dengan perincian sbb :
1)
2 digit pertama merupakan identitas wajib pajak, yaitu :

-
01 sampai dengan 03
=
Wajib Pajak Badan

-
04 dan 06
=
Wajib Pajak Pengusaha

-
05
=
Wajib Pajak Karyawan

-
07, 08 dan 09
=
Wajib Pajak Orang Pribadi
2)
6 digit kedua merupakan nomor registrasi / urut yang diberikan Kantor Pusat DJP kepada KPP, contoh : 855.081
3)
1 digit ketiga diberikan untuk KPP sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP, contoh : 4
4)
3 digit keempat adalah kode KPP, contoh : 005
5)
3 digit terakhir adalah status wajib pajak (Tunggal, Pusat atau Cabang), yaitu :

-
000
=
Tunggal atau pusat

-
00, dst
=
Cabang ke-, dst
contoh : NPWP PT ABC : 01.855.081.4-005.000, dengan penjelasan sbb :
-
01 artinya WP Badan
-
855.081, artinya nomor registrasi / nomor urut terdaftar
-
4 artinya kode cek digit
-
005 artinya kode KPP Jakarta Kramat Jati
000 artinya status WP adalah WP tunggal

Rabu, 29 Februari 2012

Contoh dokumentasi kebidanan dengan metode SOAP sesuai dengan kepmenkes 938 ttg standar asuhan kebidanan

Sesuai dengan Kepmenkes no.938/MENKES/SK/VIII/2007, tercantum standar VI: Pencatatan Asuhan Kebidanan.
Di dalamnya disebutkan tentang Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan
Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Rekam medis/KMS/Status pasien/buku KIA)
Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan
segera, tindakan secara komprehensif ; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/ follow up dan rujukan.

Kerangka pikir masih tetap menggunakan manajemen Varney, hanya untuk pendokumentasian diperingkas menjadi SOAP yg juga menyesuaikan dengan standar akreditasi internasional (JCI). Metode SOAP ini sudah mulai disosialisasikan dan diterapkan di RSUP vertikal kemenkes dan dinas kesehatan provinsi se-Indonesia yang diharapkan nantinya akan diterapkan pula sampai ke semua pelayanan kebidanan tingkat dasar. Diharapkan dengan penggunaan metode ini bisa memberikan kemudahan bagi bidan dalam melakukan pendokumentasian.

Mungkin untuk teman2 yg berkecimpung di dunia pendidikan (berdasarkan masukan dari dosen2 bidan yang saya temui), masih agak sulit untuk menerapkan metode ini dalam pembelajaran khususnya untuk mahasiswa semester awal karena kita masih membutuhkan untuk menggunakan metode varney untuk mengetahui sejauh mana kerangka pikir mahasiswa dalam melakukan manajemen kebidanan. Tapi metode SOAP ini bisa mulai dikenalkan pada mahasiswa tingkat akhir atau yang akan terjun ke dunia klinik, yang sudah terbentuk kerangka pikir Varney dengan baik.

Memang dalam penerapan standar asuhan kebidanan ini dibutuhkan pelatihan khusus dalam jangka waktu tertentu (sekitar 6 hari).
Kendala dari penerapan ini antara lain masih susahnya mengubah mindset bidan yang sudah terbiasa menggunakan manajemen Varney, jadi Kemenkes masih terus melakukan bimbingan teknis, supervisi, monitoring dan evaluasi pasca pelatihan..

Selama ini Kemenkes sudah melakukan pelatihan ke bidan koordinator dinkes, bikor puskesmas, CI, bidan pelaksana RSUP vertikal, PD IBI, Poltekkes Kemenkes dan bidan-bidan pelaksana di unit pelayanan kebidanan.

Untuk link unduhan contoh dokumentasi SOAP bisa diklik di bawah:

Contoh Dokumentasi SOAP note.ppt

Senin, 27 Februari 2012

Women Empowerment

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
(WOMEN EMPOWERMENT)
 
A.    Pemberdayaan Perempuan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Bangsa yang maju mengakui perlunya perbaikan kualitas, status, dan peran perempuan dalam pembangunan untuk meningkatkan keadilan sosial dan memenuhi hak-hak azas manusia yang setara antara perempuan dan pria. Di samping itu, peningkatan kualitas perempuan menjadi dasar untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan bagi suatu bangsa (Parawansa, 2003)
Analisa ekonomi ini memberikan bukti bahwa rendahnya pendidikan dan ketrampilan perempuan, derajat kesehatan dan gizi yang rendah, serta terbatasnya akses terhadap sumber daya pembangunan, akan membatasi produktivitas bangsa, membatasi pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi efisiensi pembangunan secara keseluruhan. Dengan demikian upaya peningkatan kualitas perempuan dilakukan dalam rangka menciptakan kesetaraan hak-hak asasi dan keadilan sosial bagi perempuan dan pria, serta alasan efisiensi ekonomi dalam pembangunan yang berkelanjutan (Parawansa, 2003)
Sementara itu, pembangunan nasional yang didesain sebagai upaya peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Berbagai program pembangunan telah dilancarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun fenomena yang tampak belakangan ini menginformasikan kepada kita bahwa tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia menjadi lebih berat dan kompleks, termasuk di dalamnya adalah kualitas sumber daya manusia terutama yang berkenaan dengan kualitas perempuan Indonesia yang belum begitu menggembirakan. Padahal dalam rangka menghadapi era globalisasi pada masa sekarang ini, kebutuhan akan kualitas sumber daya manusia khususnya dari kalangan perempuan yang lebih unggul dan mampu bersaing dalam tatanan kehidupan global merupakan kebutuhan yang sangat urgent (Parawansa, 2003).
Di era reformasi sekarang ini yang menuntut berbagai perubahan di sejumlah sektor kehidupan seperti terwujudnya good governance, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), desentralisasi, transparansi dan akuntabilititas dalam bermasyarakat dan bernegara, upaya peningkatan kualitas kehidupan perempuan semakin menampilkan parasnya yang kian mempesona. Hal ini disebabkan serangkaian tuntutan itu pada dasarnya merupakan pengejawantahan dari hak setiap individu untuk mendapatkan kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik disemua elemen kehidupan seperti ekonomi, politik, hukum dan pertahanan, keamanan (Parawansa, 2003)
Meskipun demikian upaya peningkatan kualitas kaum perempuan bukanlah sesuatu yang mudah, karena berbagai persoalan pelik yang melilitnya, dan semakin rumit karena acap kali permasalahan itu saling berkaitan antara yang satu dengan yg lain (Parawansa, 2003)
Persoalan penting yang secara kasat mata tampak menghalangi upaya meningkatkan kualitas golongan perempuan adalah pendekatan pembangunan kita yang belum benar-benar mengindahkan kesetaraan dan keadilan gender. Di samping itu, perempuan secara kodrati memiliki fungsi-fungsi reproduksi yang berbeda dengan pria, yaitu haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Hal tersebut merupakan suatu proses yang sangat menentukan derajat kesehatan dirinya dan anak kandungnya. Dalam kaitan ini, dapat dipastikan bahwa kualitas perempuan sebetulnya merupakan kondisi dasar yang ikut mempengaruhi rendahnya kualitas generasi penerusnya. Misalnya, kualitas kesehatan dan pendidikan seorang ibu yang relatif rendah, pada gilirannya akan menghasilkan anak yang tumbuh kembangnya tidak sempurna. Karena itu, masalah perempuan adalah masalah pokok dalam kesejahteraan rakyat dan kependudukan lndonesia (Parawansa, 2003)
Salah satu penyebab tidak langsung terjadinya kematian ibu adalah kedudukan dan peran wanita dalam keluarga maupun di masyarakat. Adapun salah satu kebijakan dasar penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu meningkatkan pemberdayaan perempuan (Hartanto, 2009).

B.     Permasalahan dan Tantangan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia
Dalam Millennium Development Goals (MDGs) tercantum tujuan ketiga yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (women empowerment). Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan, lebih baik pada 2005, dan di semua jenjang pendidikan paling lambat tahun 2015. Yang menjadi indikator utama adalah rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi. Disini Indonesia tampaknya sudah mencapai target, dengan rasio 99,4% di sekolah dasar, 99,9% di sekolah lanjutan pertama, 100,0% di sekolah lanjutan atas, dan 102,5% di pendidikan tinggi. Indikator kedua adalah rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki untuk usia 15-24 tahun. Disini pun, tampaknya kita telah mencapai target dengan rasio 99,9%. Indikator ketiga adalah sumbangan perempuan dalam kerja berupah di sektor non-pertanian. Disini kita masih jauh dari kesetaraan. Nilainya saat ini hanya 33%. Indikator keempat adalah proporsi perempuan di dalam parlemen, dimana proporsinya saat ini hanya 11,3% (Suzetta, 2007).
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah sebagai berikut.
Pertama, meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan. Rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, antara lain, disebabkan oleh:
1.      Terjadinya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di tatanan antarprovinsi dan antarkabupaten/kota
2.      Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan-jabatan publik, dan di bidang ekonomi.
3.      Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial, serta terjadinya penyakit. Hal ini, antara lain, ditunjukkan dengan rendahnya peningkatan nilai IDG setiap tahunnya yang mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, politik, serta pengambilan keputusan belum signifikan.
Kedua, meningkatkan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan. Hal ini terlihat dari masih belum memadainya jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi perempuan korban kekerasan karena banyaknya jumlah korban yang harus dilayani dan luasnya cakupan wilayah yang harus dijangkau. Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan sebesar 3,1 persen atau sekitar 3-4 juta perempuan mengalami kekerasan setiap tahun. Namun, hingga saat ini, pusat krisis terpadu (PKT) untuk penanggulangan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan perempuan hanya tersedia di 3 provinsi dan 5 kabupaten. Di samping itu, masih terdapat ketidaksesuaian antarproduk hukum yang dihasilkan, termasuk antara produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan daerah, sehingga perlindungan terhadap perempuan belum dapat terlaksana secara komprehensif. Oleh sebab itu, tantangan kedua yang harus dihadapi ke depan adalah meningkatkan koordinasi pelaksanaan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi.
Ketiga, meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG (Pengarusutamaan Gender) dan pemberdayaan perempuan. Permasalahan yang muncul dalam meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan serta perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, antara lain, disebabkan oleh belum efektifnya kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan yang terlihat dari
1.      Belum optimalnya penerapan peranti hukum, peranti analisis, dan dukungan politik terhadap kesetaraan gender sebagai prioritas pembangunan
2.      Belum memadainya kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan PUG, terutama sumber daya manusia, serta ketersediaan dan penggunaan data terpilah menurut jenis kelamin dalam siklus pembangunan
3.      Masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender serta manfaat PUG dalam pembangunan, terutama di kabupaten/kota.
Untuk itu, tantangan yang harus dihadapi adalah meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan, serta koordinasi pelaksanaannya.
(Alisjahbana, 2010)
Sasaran pengarusutamaan gender adalah meningkatnya kesetaraan gender, yang ditandai dengan:
1.      Meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, dan politik
2.      Meningkatnya persentase cakupan perempuan korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan
3.      Meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender di tingkat nasional dan daerah.
(Alisjahbana, 2010)

Referensi : 
Alisjahbana AS. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Hartanto. 2009. Peran Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4KP4K)dalam Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan dan KB (disampaikan dalam Rapat Kerja Daerah Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah). Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

Parawansa KI. 2003. Pemberdayaan Perempuan Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Bali: Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Suzetta P. 2007. Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia. Jakarta: Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional




Minggu, 26 Februari 2012

SISTEM RUJUKAN KEBIDANAN

A.    Latar Belakang
Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Masalah 3T (tiga terlambat) merupakan salah satu hal yang melatar belakangi tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.
Dengan adanya system rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan.
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi.

B.       Pengertian
Rujukan kebidanan adalah kegiatan pemindahan tanggungjawab terhadap kondisi klien/pasien ke fasilitas pelayanan yang lebih memadai (tenaga atau pengetahuan, obat, dan peralatannya)

C.     Jenis-Jenis Rujukan
1.      Rujukan medik
Yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional.
Jenis rujukan medic antara lain:
a.  Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan diagnostic, pengobatan, tindakan opertif dan lain – lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lenih lengkap.
c.  Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.
2.      Rujukan kesehatan
Yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.

D.    Persiapan Rujukan
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan, disingkat “BAKSOKU” yang dijabarkan sebagai berikut :
1.      B (bidan): pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
2.      A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus set, tensimeter, dan stetoskop
3.      K (keluarga): beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan mengapa dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain diusahakan untuk dapat menyetujui Ibu (klien) ke tempat rujukan.
4.      S (surat): beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu (klien)
5.      O (obat): bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk
6.      K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat
7.      U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di temapat rujukan

E.       Mekanisme Rujukan
1.      Menentukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu dan puskesmas
a.      Pada tingkat Kader
Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan
b.      Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk
2.      Menentukan tempat tujuan rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

3.      Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya. Klien dan keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita segera dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu

4.      Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju melalui telepon atau radio komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.

5.      Persiapan penderita
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu atau dilakukan stabilisasi. Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam perjalanan. Surat rujukan harus dipersiapkan sesuai dengan format rujukan dan seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat rujukan.

6.      Pengiriman penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita.

7.      Tindak lanjut penderita
a.      Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut, dilakukan tindakan sesuai dengan saran yang diberikan.
b.      Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka perlu dilakukan kunjungan rumah

F.        Hirarki Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kebidanan dilakukan sesuai dengan hirarki pelayanan kesehatan yang ada mulai dari :
1.      Pelayanan kesehatan tingkat primer di puskesmas.
Meliputi : Puskesmas dan jaringannya termasuk Polindes / Poskesdes, Bidan Praktik Mandiri, Klinik Bersalin serta fasilitas kesehatan lainnya milik pemerintah maupun swasta.

Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif, deteksi dini dan memberikan pertolongan pertama pada kegawat-daruratan obstetri neonatal (PPGDON) untuk tindakan pra rujukan dan PONED di Puskesmas serta pembinaan UKBM termasuk Posyandu

2.      Pelayanan kesehatan tingkat sekunder
Meliputi : Rumah Sakit Umum dan Khusus baik milik Pemerintah maupun Swasta yang setara dengan  RSU Kelas D, C dan B Non Pendidikan, termasuk Rumah Sakit Bersalin (RSB), serta Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA).

Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif, deteksi dini, melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi mencegah  terjadinya keterlambatan penanganan dan kolaborasi dengan nakes lain dalam penanganan kasus (PONEK).

3.      Pelayanan kesehatan tingkat tersier di RS type B dan A
Meliputi : Rumah Sakit yang setara dengan Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus Kelas A, kelas B pendidikan, milik Pemerintah maupun swasta.

Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif, deteksi dini, melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi mencegah terjadinya keterlambatan penanganan, kolaborasi dg nakes lain dalam penanganan kasus PONEK dan asuhan kebidanan/penatalaksaaan kegawat-daruratan pada kasus-kasus kompleks sebelum mendapat penanganan lanjut.

G.    Kebijakan Pengelolaan Pelayanan Rujukan Obstetri & Neonatal Dasar dan Komprehensif ( PONED & PONEK )
­   Pengertian: Lembaga dimana rujukan kasus diharapkan dapat diatasi dengan baik, artinya tidak boleh ada kematian karena keterlambatan dan kesalahan penanganan
­   Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan:
Kegawatdaruratan dapat terjadi secara tiba-tiba (hamil, bersalin,nifas atau bayi baru lahir), tidak dapat diprediksi.
Oleh karena itu, Tenaga bidan perlu memiliki kemampuan penanganan kegawatdaruratan yang dilakukan dengan tepat dan cepat
­   Upaya Penanganan Terpadu Kegawatdaruratan:
1.      Dimasyarakat
Peningkatan kemampuan bidan terutama di desa dalam memberikan pelayanan esensial, deteksi dini dan penanganan kegawatdaruratan  (PPGDON)
2.      Di Puskemas
Peningkatan kemampuan  dan kesiapan puskesmas dlm memberikan Penanganan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar ( PONED )
3.      Di Rumah Sakit
Peningkatan kemampuan dan kesiapan RS kab / kota dlm PONEK
4.      Pemantapan jarigan pelayanan rujukan obstetri & neonatal
Koordinasi lintas program, AMP kab / kota dll

­   Kegiatan Making Pregnancy Safer (MPS) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Bayi
1.        Pelayanan Obstetri dasar di tingkat Polindes dan Puskesmas
2.        Menyediakan minimal 4 Puskesmas PONED di setiap Kabupaten/Kota
3.        Menyediakan 1 Pelayanan PONEK 24 jam di Rumah Sakit Kabupaten/Kota

Jenis kriteria pelayanan kesehatan rujukan:
1.      PUSKESMAS PONED
Puskesmas yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar langsung terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan neonatal dengan komplikasi yang mengancam jiwa ibu dan neonatus
Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar, meliputi:
a.    Pemberian oksitosin parenteral
b.   Pemberian antibiotik parenteral
c.    Pemberian sedatif parenteral pada tindakan kuretase digital dan plasenta manual
d.   Melakukan kuretase, plasenta manual, dan kompresi bimanual
e.    Partus dengan tindakan ekstraksi vacum,ekstraksi forcep
Pelayanan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi:
a.    Resusitasi bayi asfiksia
b.   Pemberian antibiotik parenteral
c.    Pemberian anti konvulsan parenteral
d.   Pemberian Phenobarbital
e.    Kontrol suhu
f.     Penanggulangan gizi

2.      RUMAH SAKIT PONEK 24 JAM
Rumah sakit yang memiliki tenaga dengan kemampuan serta sarana dan prasarana penunjang yang memadai untuk memberikan pertolongan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar dan komprehensif dan terintergrasi selama 24 jam secara langsung terhadap ibu hamil, nifas dan neonatus, baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader, bidan, Puskesmas PONED, dll
Kemampuan PONEK meliputi :
a.      Pelayanan obstetri komprehensif
·      Pelayanan obstetri emergensi dasar (PONED)
·      Transfusi darah
·      Bedah Caesar
b.      Pelayanan Neonatal Komprehensif
·      Pelayanan neonatal emergensi dasar
·      Pelayanan neonatal intensif
Kriteria RS PONEK 24 Jam:
a.        Memberikan pelayanan PONEK 24 jam secara efektif (cepat, tepat-cermat dan purnawaktu) bagi bumil/bulin, bufas, BBL – ada SOP
b.        Memiliki kelengkapan sarana dan tenaga terampil untuk melaksanakan PONED/PONEK (sesuai dengan standar yang dikembangkan) – tim PONEK terlatih
c.         Kemantapan institusi dan organisasi, termasuk kejelasan mekanisme kerja dan kewenangan unit pelaksana/tim PONEK- ada kebijakan 
d.       Dukungan penuh dari Bank Darah / UTD – RS, Kamar Operasi, HCU/ICU/NICU, IGD dan unit terkait lainnya 
e.        Tersedianya sarana/peralatan rawat intensif dan diagnostik pelengkap (laboratorium klinik, radiologi, RR 24 jam, obat dan penunjang lain. )


RUJUKAN KLIEN/PASIEN PADA KASUS PATOLOGIS
Pengertian: suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus kebidanan atau dengan penyakit penyerta atau komplikasi yang memerlukan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, fasilitas, dan peralatan yang memadai, atau kondisi klien/pasien di luar kewenangan bidan.

Indikasi perujukan ibu yaitu :
·         Riwayat seksio sesaria
·         Perdarahan per vaginam
·         Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu)
·         Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
·         Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam)
·         Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
·         Ikterus
·         Anemia berat
·         Tanda/gejala infeksi
·         Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan
·         TInggi fundus uteri 40 cm atau lebih
·         Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masuk 5/5
·         Presentasi bukan belakang kepala
·         Kehamilan gemeli
·         Presentasi majemuk
·         Tali pusat menumbung
·         Syok


Pendekatan yang digunakan dalam memberikan Asuhan kebidanan kepada klien  sesuai dengan Pedoman Asuhan Kebidanan pada Kasus Rujukan Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir dan Standar Asuhan Kebidanan Kepmenkes nomor 938 tahun 2007, dimana  pengambilan keputusan klinis bidan diambil berdasarkan hasil pengkajian melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik, kemudian dirumuskan diagnosa kebidanan berdasarkan permasalahan yang ditemui. Setelah diagnosa  dibuat, maka diberikan intervensi sesuai dengan prioritas kegawatan kondisi ibu dan janin, sesuai kewenangan bidan, dan kewenangan tempat pelayanan dasar, PONED serta PONEK. Kemudian pencatatan asuhan pada formulir/ status klien/ Rekam medis yang digunakan.


REFERENSI
1.      Meilani Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya
2.      Pedoman Asuhan Kebidanan Pada Kasus Rujukan Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan BBL
3.      Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Tingkat Kabupaten/Kota
4.      Syafrudin & Hamidah, 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC